Rabu, 09 Februari 2011

Harapan semu terhadap sistem pendidikan kita

Masih ingat, liputan tv tentang ujian guru-guru sekolah negri? Yang ternyata guru-guru itu mencontek, membawa handphone ke ruang ujian untuk meng-sms rekannya minta jawaban, bahkan melirik catatan yang sebelumnya sudah disiapkan di handphone. Walaupun hal ini tidak terlalu mengejutkan buat saya, tapi ketika dilihat terang-terangan di tv, malah mereka nyengir-nyengir tak berdosa ketika disorot kamera, sungguh amat memalukan. Apakah ini guru-guru yang sama yang mengajar anak-anak kita? Kalau gurunya begini, apa yang akan terjadi pada muridnya? Seperti kata pepatah; Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Foto diambil dari sini
Jadi dimana salahnya, dan bagaimana cara memperbaikinya?

Pak Hussain, suami saya pernah berkomentar, bahwa Indonesia harus menunggu sampai semua generasi dengan budaya-budaya buruk seperti mencontek sampai KKN, mati, baru negara ini mungkin bisa memulai lagi dengan budaya dan politik yang lebih bersih.

Permasalahan yang tak kunjung selesai di negara kita yang sebenarnya kaya ini adalah kemiskinan rakyat dan dalih pemerintahannya yang kurang budget operasional. Guru-guru yang baik dan berkualitas, yang mau mengabdikan jasa dan hidupnya di pedalaman, tidak dilihat sama sekali oleh pemerintah. Guru-guru yang berjasa mendidik anak-anak yang nantinya akan jadi pemimpin bangsa, tidak diperhatikan kesejahteraannya. Anak-anak yang cerdas, yang berbakat, bahkan tak sekali mengharumkan nama bangsa di berbagai ajang kompetisi, tidak 'dipelihara' negara. Alhasil, mereka akan pindah mencari negara yang mau 'memelihara' mereka dan mengembangkan bakat dan kemampuan mereka. Sistem pengajaran dan kurikulum negara pun lebih banyak membodohi daripada mencerdaskan anak. Bagi yang memiliki uang lebih, mungkin lebih memilih sekolah swasta atau home-schooling bagi anaknya, yang lagi-lagi ketika mereka berprestasi, ayah-ibunya akan menyekolahkan mereka ke luar negri. Akankah yang tertinggal di negri ini hanya yang biasa-biasa bahkan yang buruk?

Budaya buruk yang beragam pun menjadi permasalahan tersendiri bagi negara kita. Dari mulai yang kecil, seperti menggunakan peralatan kantor untuk kepentingan pribadi, sampai yang besar seperti KKN, 'dimaklumi' oleh masyarakat dan hukum negara kita.

Pikiran seperti ini yang membuat hati semakin kecut dan pesimis terhadap masa depan anak-anak saya di negara ini. Tapi setiap saat saya coba membesarkan harapan, pasti nanti akan lebih baik lagi. Bukan kepada pemerintah kita harus menyandarkan harapan akan kehidupan yang lebih berkualitas untuk kita dan mimpi-mimpi masa depan kita. Diri kita sendirilah yang bisa melakukan perubahan itu. Rumah, adalah tempat pendidikan utama anak-anak kita. Ayah dan ibu adalah guru utama anak-anak bahkan dari mulai anak dalam kandungan. Mari kita ajarkan anak-anak kita agar memiliki hati yang bersih dan jiwa yang besar. Ajarkan mereka berkompetisi dengan sportif, bukan untuk menang dengan menghalalkan segala cara, tapi untuk mencoba dengan segala kekuatan untuk meraih kemenangan. Ajarkan juga tentang kekalahan, dan cara menyikapinya. Selalu tunjukkan dan ajarkan kebaikan, tetapi jangan lupa juga ajarkan tentang keburukan dan bagaimana cara menghindarinya. Terlebih lagi, ajarkan mereka agar takut kepada Tuhan, kekuatan di atas segala kekuatan, yang kepadaNyalah kita semua dikembalikan pada waktunya.

Apakah mungkin juga sudah saatnya, pemerintah menambahkan ke dalam kurikulum sekolah: Pelajaran 'Anti korupsi', 'Anti penindasan terhadap kaum yang lemah', 'Anti tirani', 'Anti rekayasa politik', pelajaran tentang hati bersih dan cinta. Cinta terhadap Tuhan, cinta terhadap bumi, dan cinta terhadap sesama manusia, yang semua derajatnya sama di mata Tuhan.

Don't give up hope just yet. Mari kita mulai merubah negri ini, mencintai negri ini dengan membesarkan anak-anak kita dengan cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar