Jumat, 12 Agustus 2011

Innalillaahi wa inna ilaihi rooji'uun. My heart goes to @lilylubis and the #Triplets

Membaca timeline di twitter mengenai kepulangan ke Rahmatullah Mbak Lily Lubis, memperjuangkan kelahiran 3 anak kembarnya dan kehilangan nyawanya sendiri.

Manusia punya rencana, Allah juga yang menentukan takdir manusia. Semoga menjadi contoh bagi kita, agar kita selalu ingat kepada prioritas hidup dan selalu dekat dengan-Nya.

Berikut saya co-pas dari blog Dhee Halim, teman dari almarhumah. Lengkapnya bisa dibaca http://bit.ly/pXZfPn. Bisa diikuti timeline twitternya juga @dheehalim.

'U/ teman2 yg ga bsa menyumbang materi, tolong bantu Share info ini & bantu Doa u/ Triplets yg sangat membutuhkan uluran tangan kita. Saat ini Triplets masih dirawat intensif di inkubator ruang perawatan Bayi di RS.Mitra Keluarga Bekasi Timur, Lt.2. Sedangkan kediaman Alm.Lily & Watary di Daerah Tambun (bekasi).

Kondisi terakhir Triplets (copas dr Akun FB Lily yg di posting oleh Watary) :
·         Baby 1 : Adeela Arlyana Watary Berat lahir 1450 gram, sampai hari masih sama. Masih menggunakan infus di tangan dan susu melalui selang kecil di mulutnya. Albumin agak kurang. Tapi menurut dokter, kondisinya cukup stabil dan baik
·         Baby 2 : Adeena Rilyana Watary Berat lahir 1450 gram, sampai hari ini masih sama, masih menggunakan infus di tangan dan susu melalui selang di mulut, Albumin kurang, Hb juga kurang tapi sudah tranfusi darah. Menurut dokter kondisinya stabil dan baik.
·         Baby 3 : Adeeva Lilyana Watary Berat lahir 1200 gram, dan masih sama, paling kecil dibandingkan dengan saudarinya yang lain, tapi paling aktif dan sering nangis.

Albumin kurang dan menurut dokter kondisinya stabil dan baik Foto2. Triplets bsa dilihat d Akun FB Lily & Twitter gw @dheehalim. FB Lily : Lily Riyana Lubis FB Watary : Watary Kurniawan ID Twitter Lily : @lilylubis Silakan di cek :)

Kalian mungkin ga kenal Lily & Keluarganya..Tapi tolong sisakan kepedulian kalian untuk membantu sesama. Bukan karna iming-iming Pahala, tapi bayangkan seandainya kalian ada di posisi yang sama & tidak ada seorangpun yang sanggup membantu.. Bantuan bisa di transfer ke : Rek BCA 8420305801 a/n Watary Kurniawan Telp : 08121961238 (Watary)'

Yuk mari kita bantu sesama. Semoga bulan Ramadhan ini memberi keberkahan bagi kita semua. Semoga Allah selalu melindungi #Triplets dan semua anggota keluarga yang ditinggalkan.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 13 Mei 2011

How do you kill you mother with a nailcutter? My mom has the answer

Setiap keluarga punya kepercayaan magis atau pamali atau superstition-nya masing-masing. Saya yakin setiap orang, well at least sampai generasi saya pasti 'dijejali' berbagai macam superstition ini dari orangtua kita. Mungkin sampai sekarang kita masih percaya, bahkan mengajarkan hal yang sama terhadap anak-anak kita.

Entah darimana mulainya kepercayaan tersebut, tetapi saya akui cukup ampuh untuk mengurangi segala tingkah laku negatif kita atau apapun yang dilarang oleh orangtua kita. Setiap daerah memiliki superstition berbeda, namun tak jarang beda negara pun kadang punya kesamaan juga.

Hal yang paling common dan dimiliki oleh banyak culture adalah superstition yang berkaitan dengan 'bad luck' seperti cermin retak, kucing hitam melintas, jalan di bawah tangga, dan masih banyak lagi. Di Indonesia ditambah lagi dengan sisir patah, kejatuhan cicak, membuka payung didalam rumah, dll.
Gambar dari sini

Di keluarga saya juga banyak sekali pamali, yang sampai sekarang pun masih saya ingat. Yang paling berpengaruh pada saya adalah waktu pantangan menggunting kuku. Adalah pantangan di rumah saya untuk menggunting kuku setelah ashar, karena ibu kita akan mati! Wih, terdengar menyeramkan sekali ya. Dan sampai sekarang, tak satupun dari kami, anak-anak ibu saya, berani untuk membuktikan apakah superstition ini betul adanya. Tentu saja karena akibatnya sangat fatal! Masih banyak yang lain lagi yang sampai sekarang masih saya ingat -- kalau menyapu tidak bersih nanti akan dapat suami berewokan (dan kenyataannya saya berjodoh dengan Pak Hussain yang berewokan), makan dari piring atau gelas 'sumbing' berakibat buruk pada bakal anak kita kelak, duduk harus jauh dari pintu agar ringan jodoh, dll.

Ketika saya menikah dengan Pak Hussain di tahun 2006 yang lalu, saya perlahan mulai menularkan kepercayaan magis saya setiap kali dia melakukan hal yang bertentangan dengan 'peraturan' yang saya tahu. Dan sudah bisa ditebak kelanjutannya, tentu saja karena dia adalah orang yang penuh rasional, dia menapik semuanya sambil menertawakan saya.

Superstition adalah hal yang klasik. Walaupun kita tahu bahwa kebenarannya kurang dari 10% dan sisanya adalah dongengan belaka, dan bahwa semuanya adalah ketakutan berlebihan yang diciptakan nenek moyang kita dulu agar kita tidak melakukan hal yang dilarang. Tapi tetap saja sampai sekarang pun kita menghindari apa yang dilarang walaupun alasannya tidak jelas.

Aneh memang, tetapi semua kepercayaan supersition itu seperti tertanam di kepala kita semenjak kecil sampai sekarang. Seringnya membuat kita terkekeh dalam hati, namun tak jarang membuat kita urung melakukan hal yang dilarang. Superstition sedikit banyaknya seperti membentuk pribadi kita.

Jaman sekarang, di masa teknologi yang sangat canggih, memang agak kuno untuk masih menanamkan larangan dengan memberikan ketakutan kepada anak-anak kita. Mudah memang, tapi dengan kepintaran anak jaman sekarang, apa iya masih ampuh untuk digunakan? Jangan-jangan malah anak kita menganggap kita berbohong dan cuma menakut-nakuti mereka. Apa nantinya mereka akan percaya apa yang kita katakan selanjutnya? Jangan-jangan mereka jadi malas bertanya apapun lagi kepada kita. Di umur 7 tahun, disaat anak-anak kita mungkin sudah bisa menguasai komputer. Dengan mudahnya mereka akan meng-google pertanyaan mereka dan mendapat jawaban paling akurat. Apa mungkin kita memberikan informasi yang tidak berdasar fakta seperti superstition?

Yang pasti superstition mewarnai masa kecil saya, dan membekas di ingatan saya sampai dewasa. Dan bersama Pak Hussain, kami sepakat untuk meredam keinginan saya untuk mengajarkan superstition pada anak-anak kami :)

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 30 April 2011

Just for fun - My lost glasses

I lost my glasses
Many times, but I can always find it
I put it in various places
Its just so hard to remember where I put it

Everytime I try to put it in one place
Whenever I take it off my face
Or whenever I take it off before I go to bed
Somehow, I don't know why, I always forget

I lost my glasses, this time for real
I took it off right before I shower
I must have taken bath for more than hour
Because I can't seem to track my glasses
Even this time I try harder

People say I'm getting old
I keep on forgetting what I'm told
Maybe I have to write everything on a note

But I have to be greatfull to the Lord
For eventhough I'm getting old
I'm not like Prince William, who's head is bald
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 09 April 2011

Slow down, I'm getting there, eventually

Picture taken from here
Pagi ini saya berkaca, dan menyadari terlihatnya sedikit lekukan di pinggang saya. Rasanya ingin menjerit dalam hati 'Waaahh, saya kurusan loh'. Rasanya satu hari ini menjadi lebih spesial dari hari biasanya.

Saya memang cuma seorang SAHM (Stay at home mom) yang sehari-hari disibukkan oleh kerepotan mengurus anak, dan memiliki sedikit waktu untuk merapikan diri. Berkaca sekarang, lebih menjadi kegiatan bermain dengan anak, daripada mematut diri, memandangi diri sendiri di depan cermin. Apalagi keseharian saya yang selalu dirumah membuat kegiatan berkaca menjadi jarang saya lakukan.

Memang berat badan dan bentuk tubuh adalah dua masalah utama di dunia perempuan. Semua perempuan ingin memiliki berat badan dan bentuk tubuh yang ideal. Semua cara dan upaya berani dilakukan oleh perempuan untuk mendapatkan kedua hal tersebut. Masa kehamilan dan persalinan yang indah pun, nantinya akan dihadapkah oleh dua masalah utama ini. Tak sedikit perempuan yang tidak dapat menerima perubahan bentuk badannya setelah melahirkan, dan akhirnya menjadi depresi. Baby blues pun sering terjadi, menyalahkan bayi yang dilahirkan karena depresi akan perubahan yang dialami perempuan setelah kehamilan dan melahirkan.

Saya beruntung memiliki suami yang pengertian, yang paham betul bahwa menyusui dan berdiet bukanlah pasangan yang match. Bahwa mengembalikan bentuk tubuh bukan semudah membalikkan telapak tangan, terutama bagi jenis perempuan yang susah menguruskan badan seperti saya. Memang rasa iri itu pasti ada setiap melihat perempuan lain yang dengan sangat mudah tanpa melakukan apapun, kembali ke bentuk badan sebelum hamil, setelah melahirkan. Sedikit mengutuk namun mengagumi dalam hati, sambil berdoa supaya bentuk badan saya bisa tiba-tiba berubah seperti dia. Tapi kalau dipikir, mungkin tanpa saya tahu, dia berusaha lebih dari saya. Berolahraga, menjaga asupan makannya, berdiet dengan benar, dan merawat badannya. Mungkin memang saya saja yang kurang usaha, hanya berniat olahraga tapi untuk menjalankan niat itu sulit sekali. Mungkin kalau saya berusaha lebih keras, kalau saya meluangkan waktu saya untuk berolahraga dan menjaga pola makan, saya bisa dengan cepat menurunkan berat badan saya. Sambil melamun saya terus berpikir, mendesah, dan berpikir lagi.

Pada akhirnya saya memilih untuk mensyukuri bentuk tubuh dan berat badan saya. Hari ini saya merasa lebih kurus. Slow down, I'm getting there, eventually.

Sabtu, 02 April 2011

Jakarta, what have we done to you

Hari itu saya melihat dari tingkat 18 apartment tempat kami tinggal, kawasan perumahan dilalap api. Pikiran saya melayang membayangkan betapa paniknya pemilik rumah, menyelamatkan diri dan keluarganya.

Di sisi lain jalan, cukup jauh dari situ, saya cuma memandangi mobil pemadam kebakaran dengan cemas. Sirenenya meraung-raung memohon kepada sesama pemakai jalan. Berharap diberikan sedikit laluan, supaya bisa sampai cepat, membantu memadamkan api yang menyambar cepat.

Pikiran saya melayang lagi ke perumahan yang terlalap kobaran api. Membayangkan pemilik rumah yang hatinya bergetar, memandangi rumahnya hancur rata dengan tanah. Hilang bersama kenangan yang terkumpul lama, luluh ditelan api.

Sebegitu lama detik-detik penantian, menunggu pertolongan yang tak kunjung tiba. Pemadam kebakaran yang bergegas namun semua usaha sia-sia. Terjebak kemacetan.

Jakarta, what have we done to you.

Di sepanjang mata memandang, gedung-gedung baru bermunculan. Bak monster beton yang kakinya menghunjam jauh ke dasar tanah. Menghisap semua kehidupan di sekitarnya. Sampah-sampah menggunung di bantaran kali, berebut tempat dengan akar pohon yang semakin goyah karena tempat berdirinya rapuh.

Sekarang, hampir setiap kali hujan turun, Jakarta tergenang air. Setiap orang seperti terlupa akan salahnya, menghujat pemerintah, seakan mereka Tuhan yang bisa merubah nasib manusia dalam satu jentikan jari.

Jakarta, what have we done to you.
Picture taken from here
Kita menggali tanah, dalam, dan semakin dalam, untuk mengambil air. Menghisap sebanyak yang bisa didapat, tak peduli sesiapa, asalkan kita berkecukupan.

Ruang semakin sempit, kendaraaan semakin banyak. Gedung dan perumahan baru berdiri di manapun tanah kosong terlihat, tanah semakin turun kehilangan pondasinya. Sampah tak terurai menggunung, entah nantinya akan dikemanakan.

Sebegitu banyak yang telah kita telah ambil dari Jakarta. Tanpa merasa bersalah, tanpa peduli apakah anak dan cucu kita nanti bisa menikmati apa yang bisa kita nikmati sekarang dengan mudah.

Sekaranglah saatnya kita bertindak, menyayangi Jakarta seperti Jakarta telah menopang kehidupan kita, tanpa pamrih. Sekaranglah saatnya kita memulai, menggunakan sumber daya alam secara bijaksana, menyisakan sebagian kecilnya untuk generasi berikutnya, agar anak cucu kita nanti tidak susah hidupnya. Sekaranglah saatnya kita melakukan, apa yang sebelumnya tidak pernah kita lakukan, berhenti menyalahkan orang lain dan melihat ke diri kita sendiri.

Mari kita berubah, untuk Jakarta yang lebih baik lagi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 16 Maret 2011

Should all women be a Stay-at-home-mom?

Beberapa hari yang lalu, teman saya melontarkan pertanyaan melalui status di facebook. 'Do you think women should give up their career and be a stay-at-home-mom?'. Pertanyaan simple yang bisa dijawab sependek kata 'Ya' dan 'Tidak'. Tapi hasilnya menjadi perdebatan panjang dengan pandangan beragam.

But really, you'll never know your real answer until you experience it yourself. Waktu saya single, saya bersumpah untuk menjadi career woman seperti ibu saya. Jadi bos, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, menikmati hidup saya berpindah-pindah tempat di merata dunia.

Bukannya saya menyesali kehidupan saya sekarang. Tak habis-habis syukur saya kepada Allah diberikan kenikmatan hidup di dunia seperti sekarang. Memiliki pilihan untuk tinggal dirumah, menemani anak-anak saya dan melayani suami saya sepenuh hati.

Di zaman modern seperti saat ini, dimana perempuan dan laki-laki hampir memiliki kesempatan karir yang sama, semua hampir bisa dilakukan perempuan. Banyak yang sampai menempati posisi-posisi tinggi di perusahaan. Di negara kitapun, tercatat pernah memiliki wanita sebagai presiden. Siapa bilang perempuan harus menghentikan harapannya memiliki karir bagus ketika memiliki anak?

Untuk beberapa keluarga, yang tidak cukup memiliki satu sumber penghasilan, ibu bekerja adalah opsi terbaik untuk menopang hidup. Namun, dengan banyaknya pilihan cara bekerja hari ini, ibu juga bisa memilih untuk bekerja dari mana saja dan di mana saja. Beberapa ibu super kreatif, bahkan bisa merubah kehidupan keluarganya, dengan berbisnis online dari rumah.

Life is about choices. Memilih untuk meneruskan bekerja, by choice ataupun karena diperlukan, sama sekali bukan pilihan yang salah. Apa gunanya sekolah tinggi-tinggi kalau ilmunya tidak digunakan? Memilih untuk stay dirumah, menggunakan ilmu yang kita miliki untuk membesarkan anak, memang bukan untuk semua. Walaupun pastinya adalah pilihan terbaik untuk anak.

Saya yakin, Tuhan menciptakan setiap manusia memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Jalani tiap peranan sebaik-baiknya. Jadilah manusia yang memiliki added-value ke dalam kehidupan orang lain, terutama di kehidupan pasangan kita dan anak-anak kita.

Apapun pilihan Anda, pastikan bahwa itu yang terbaik bagi Anda, anak Anda dan kehidupan berkeluarga Anda. Karena anak adalah titipan Tuhan, jika kita mau menitipkannya ke orang lain selama kita melaksanakan tugas kita, pastikan dia terjaga dengan baik.

Memang pilihan yang berat, bukan?
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 05 Maret 2011

Berkomitmen atau tidak sama sekali

Pelajaran hidup dan komitmen saya dapatkan dari Pak Supir Taxi pagi ini. Yang berlinang air mata, menerima telpon dari anak ke-2nya yang besok UTS. Minta ijin menjawab telpon sambil menyetir, sebentar saja katanya, cuma untuk bilang 'Belajar ya Nak, mudah2an nilai kamu baik semua'.

Si Pak Taxi, di masa kejayaannya, adalah seorang businessman. Kerja keras memulai usaha dari nol, yang walaupun omsetnya tidak begitu besar, dia bisa memiliki rumah besar di Cilegon, membesarkan dan menyekolahkan 4 anaknya bersama istri yang dicintai.

Sampai Allah memberikan cobaan pada cinta mereka. Usahanya bangkrut, menyisakan hanya sedikit saja modal usahanya, untuk bertahan hidup beberapa minggu saja. Si Bapak pun, dengan segala kemampuan yang ada, mencari pekerjaan, apa saja, yang bisa memberikan penghasilan, berapa saja, untuk menyekolahkan 2 anaknya yang besar dan membeli susu untuk 2 anaknya yang masih kecil.

Singkat cerita, istrinya pun tak tahan dan akhirnya menggugat cerai. Mengeluarkan si Bapak dari rumah, dan membawa orangtuanya tinggal bersama di rumah yang dibangun si Bapak.

Saya sudah terbayang betapa hancurnya hati si Bapak. Yang ditinggal orang yang dicintai, bukan karena dia pindah ke lain hati, bukan karena dia tidak berusaha keras untuk menyayangi keluarganya. Sambil menyeka mata dengan lap lusuh, si Bapak masih bercerita 'Kok tega ya istri saya, Mbak. Saya tu cinta mati sama dia'. Tenggorokan saya tersekat, kata-kata seperti tertahan tak bisa keluar, tak tahu mau memulai dari mana.

Begitu hebatnya uang, yang ketidak-beradaannya membuat 2 orang yang tadinya mencintai, menjadi jauh. Memisahkan si Bapak dari anak-anaknya, yang masing-masing dibesarkan dengan sepenuh hati, sementara istrinya bekerja paruh waktu.

Hari ini genap sebulan dia memulai hidup yang 180 derajat berbeda, menyetir taxi nengumpulkan uang dan tips sebanyak-banyaknya, mengirim uang sesering mungkin, supaya anaknya terus bersekolah dan tidak kekurangan.

Sampai dirumah, dengan memberi tips sekadarnya, gumpalan kabut kelabu masih tersisa di hati saya. Betapa pentingnya komitmen sebelum pernikahan. Berkomit untuk berkongsi hidup, berkongsi senang dan susah, bahkan berkongsi harta. Berkomit untuk menghibur yang satu, bila sedih. Berkomit untuk tetap bersama, walaupun yang satu tidak sama seperti yang diharapkan. Berkomit untuk tidak meninggalkan, bila yang satu terpuruk dalam keadaan terburuknya.

Karena setelah diikat oleh pernikahan, kita menyatukan dua kehidupan kedalam satu rumah. Dan membatalkan ikatan tersebut, berarti menghilangkan cahaya kehidupan orang yang terhubung dalam ikatan tersebut. Sanggupkah kita berkomitmen?

Picture taken from here: http://www.totalfinancialconcepts.com/files/10023/old%20couple.jpg
Powered by Telkomsel BlackBerry®