Sabtu, 02 April 2011

Jakarta, what have we done to you

Hari itu saya melihat dari tingkat 18 apartment tempat kami tinggal, kawasan perumahan dilalap api. Pikiran saya melayang membayangkan betapa paniknya pemilik rumah, menyelamatkan diri dan keluarganya.

Di sisi lain jalan, cukup jauh dari situ, saya cuma memandangi mobil pemadam kebakaran dengan cemas. Sirenenya meraung-raung memohon kepada sesama pemakai jalan. Berharap diberikan sedikit laluan, supaya bisa sampai cepat, membantu memadamkan api yang menyambar cepat.

Pikiran saya melayang lagi ke perumahan yang terlalap kobaran api. Membayangkan pemilik rumah yang hatinya bergetar, memandangi rumahnya hancur rata dengan tanah. Hilang bersama kenangan yang terkumpul lama, luluh ditelan api.

Sebegitu lama detik-detik penantian, menunggu pertolongan yang tak kunjung tiba. Pemadam kebakaran yang bergegas namun semua usaha sia-sia. Terjebak kemacetan.

Jakarta, what have we done to you.

Di sepanjang mata memandang, gedung-gedung baru bermunculan. Bak monster beton yang kakinya menghunjam jauh ke dasar tanah. Menghisap semua kehidupan di sekitarnya. Sampah-sampah menggunung di bantaran kali, berebut tempat dengan akar pohon yang semakin goyah karena tempat berdirinya rapuh.

Sekarang, hampir setiap kali hujan turun, Jakarta tergenang air. Setiap orang seperti terlupa akan salahnya, menghujat pemerintah, seakan mereka Tuhan yang bisa merubah nasib manusia dalam satu jentikan jari.

Jakarta, what have we done to you.
Picture taken from here
Kita menggali tanah, dalam, dan semakin dalam, untuk mengambil air. Menghisap sebanyak yang bisa didapat, tak peduli sesiapa, asalkan kita berkecukupan.

Ruang semakin sempit, kendaraaan semakin banyak. Gedung dan perumahan baru berdiri di manapun tanah kosong terlihat, tanah semakin turun kehilangan pondasinya. Sampah tak terurai menggunung, entah nantinya akan dikemanakan.

Sebegitu banyak yang telah kita telah ambil dari Jakarta. Tanpa merasa bersalah, tanpa peduli apakah anak dan cucu kita nanti bisa menikmati apa yang bisa kita nikmati sekarang dengan mudah.

Sekaranglah saatnya kita bertindak, menyayangi Jakarta seperti Jakarta telah menopang kehidupan kita, tanpa pamrih. Sekaranglah saatnya kita memulai, menggunakan sumber daya alam secara bijaksana, menyisakan sebagian kecilnya untuk generasi berikutnya, agar anak cucu kita nanti tidak susah hidupnya. Sekaranglah saatnya kita melakukan, apa yang sebelumnya tidak pernah kita lakukan, berhenti menyalahkan orang lain dan melihat ke diri kita sendiri.

Mari kita berubah, untuk Jakarta yang lebih baik lagi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar