Sabtu, 05 Maret 2011

Berkomitmen atau tidak sama sekali

Pelajaran hidup dan komitmen saya dapatkan dari Pak Supir Taxi pagi ini. Yang berlinang air mata, menerima telpon dari anak ke-2nya yang besok UTS. Minta ijin menjawab telpon sambil menyetir, sebentar saja katanya, cuma untuk bilang 'Belajar ya Nak, mudah2an nilai kamu baik semua'.

Si Pak Taxi, di masa kejayaannya, adalah seorang businessman. Kerja keras memulai usaha dari nol, yang walaupun omsetnya tidak begitu besar, dia bisa memiliki rumah besar di Cilegon, membesarkan dan menyekolahkan 4 anaknya bersama istri yang dicintai.

Sampai Allah memberikan cobaan pada cinta mereka. Usahanya bangkrut, menyisakan hanya sedikit saja modal usahanya, untuk bertahan hidup beberapa minggu saja. Si Bapak pun, dengan segala kemampuan yang ada, mencari pekerjaan, apa saja, yang bisa memberikan penghasilan, berapa saja, untuk menyekolahkan 2 anaknya yang besar dan membeli susu untuk 2 anaknya yang masih kecil.

Singkat cerita, istrinya pun tak tahan dan akhirnya menggugat cerai. Mengeluarkan si Bapak dari rumah, dan membawa orangtuanya tinggal bersama di rumah yang dibangun si Bapak.

Saya sudah terbayang betapa hancurnya hati si Bapak. Yang ditinggal orang yang dicintai, bukan karena dia pindah ke lain hati, bukan karena dia tidak berusaha keras untuk menyayangi keluarganya. Sambil menyeka mata dengan lap lusuh, si Bapak masih bercerita 'Kok tega ya istri saya, Mbak. Saya tu cinta mati sama dia'. Tenggorokan saya tersekat, kata-kata seperti tertahan tak bisa keluar, tak tahu mau memulai dari mana.

Begitu hebatnya uang, yang ketidak-beradaannya membuat 2 orang yang tadinya mencintai, menjadi jauh. Memisahkan si Bapak dari anak-anaknya, yang masing-masing dibesarkan dengan sepenuh hati, sementara istrinya bekerja paruh waktu.

Hari ini genap sebulan dia memulai hidup yang 180 derajat berbeda, menyetir taxi nengumpulkan uang dan tips sebanyak-banyaknya, mengirim uang sesering mungkin, supaya anaknya terus bersekolah dan tidak kekurangan.

Sampai dirumah, dengan memberi tips sekadarnya, gumpalan kabut kelabu masih tersisa di hati saya. Betapa pentingnya komitmen sebelum pernikahan. Berkomit untuk berkongsi hidup, berkongsi senang dan susah, bahkan berkongsi harta. Berkomit untuk menghibur yang satu, bila sedih. Berkomit untuk tetap bersama, walaupun yang satu tidak sama seperti yang diharapkan. Berkomit untuk tidak meninggalkan, bila yang satu terpuruk dalam keadaan terburuknya.

Karena setelah diikat oleh pernikahan, kita menyatukan dua kehidupan kedalam satu rumah. Dan membatalkan ikatan tersebut, berarti menghilangkan cahaya kehidupan orang yang terhubung dalam ikatan tersebut. Sanggupkah kita berkomitmen?

Picture taken from here: http://www.totalfinancialconcepts.com/files/10023/old%20couple.jpg
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar